Sabtu, 21 November 2009

NEGARA HUKUM

A. Pengertian Negara Hukum

Perkembangan konsep negara hukum merupakan produk dari sejarah, sebab rumusan atau pengertian negara hukum itu terus berkembang mengikuti sejarah perkembangan umat manusia.
Pada masa Yunani kuno pemikiran tentang Negara Hukum dikembangkan oleh para filusuf besar Yunani Kuno seperti Plato(429-347 s.M) dan Aristoteles(384-322 s.M). Dalam bukunya Politikos yang dihasilkan dalam penghujung hidupnya, Plato (429-347 s.M) menguraikan bentuk-bentuk pemerintahan yang mungkin dijalankan. Pada dasarnya, ada dua macam pemerintahan yang dapat diselenggarakan; pemerintahan yang dibentuk melalui jalan hukum, dan pemerintahan yang terbentuk tidak melalui jalan hukum.
Konsep Negara Hukum menurut Aristoteles (384-322 s.M) adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagian hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadsi warga negara yang baik. Dan bagi Aristoteles (384-322 s.M) yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja.
Pada masa abad pertengahan pemikiran tentang Negara Hukum lahir sebagai perjuangan melawan kekuasaan absolut para raja. Menurut Paul Scholten dalam bukunya Verzamel Geschriften, deel I, tahun 1949, hlm. 383, dalam pembicaraan Over den Rechtsstaat, istilah Negara Hukum itu berasal dari abad XIX, tetapi gagasan tentang Negara Hukum itu tumbuh di Eropa sudah hidup dalam abad tujuh belas. Gagasan itu tumbuh di Inggris dan merupakan latar belakang dari Glorious Revolution 1688 M. Gagasan itu timbul sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolut, dan dirumuskan dalam piagam yang terkenal sebagai Bill of Right 1689 (Great Britain), yang berisi hak dan kebebasan daripada kawula negara serta peraturan penganti raja di Inggris.
Di Indonesia istilah Negara Hukum, sering diterjemahkan rechtstaats atau the rule of law. Paham rechtstaats pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental. Ide tentang rechtstaats mulai populer pada abad ke XVII sebagai akibat dari situasi sosial politik Eropa didominir oleh absolutisme raja. Paham rechtstaats dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl. Sedangkan paham the rule of law mulai dikenal setelah Albert Venn Dicey pada tahun 1885 menerbitkan bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution. Paham the rule of law bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common law system. Konsepsi Negara Hukum menurut Immanuel Kant dalam bukunya Methaphysiche Ansfangsgrunde der Rechtslehre, mengemukakan mengenai konsep negara hukum liberal. Immanuel Kant mengemukakan paham negara hukum dalam arti sempit, yang menempatkan fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual dan kekuasaan negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Paham Immanuel Kant ini terkenal dengan sebutan nachtwachkerstaats atau nachtwachterstaats.
Friedrich Julius Stahl (sarjana Jerman) dalam karyanya ; Staat and Rechtslehre II, 1878 hlm. 137, mengkalimatkan pengertian Negara Hukum sebagai berikut :

Negara harus menjadi Negara Hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga daya pendorong daripada perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya bagaimana lingkungan (suasana) kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak dari segi negara, juga secara langsung, tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum. Inilah pengertian Negara Hukum, bukannya misalnya, bahwa negara itu hanya mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan pemerintahan, atau hanya melindungi hak-hak dari perseorangan. Negara Hukum pada umumnya tidak berarti tujuan dan isi daripada Negara, melainkan hanya cara dan untuk mewujudkannya.

Lebih Paul Scholten, salah seorang jurist (ahli hukum) yang terbesar dalam abad ke dua puluh di Nederland, menulis karangan tentang Negara Hukum (Over den Rechtsstaats, 1935, lihat Verzamelde Gessriften deel I, hlm.382-394). Paul Scholten menyebut dua ciri daripada Negara Hukum, yang kemudian diuraikan secara meluas dan kritis. Ciri yang utama daripada Negara Hukum ialah : “er is recht tegenover den staat”, artinya kawula negara itu mempunyai hak terhadap negara, individu mempunyai hak terhadap masyarakat. Asas ini sebenarnya meliputi dua segi :
1. Manusia itu mempunyai suasana tersendiri, yang pada asasnya terletak diluar wewenang negara;
2. Pembatasan suasana manusia itu hanya dapat dilakukan dengan ketentuan undang-undang, dengan peraturan umum.
Ciri yang kedua daripada negara hukum menurut Paul Scholten berbunyi ; er is scheiding van machten, artinya dalam negara hukum ada pemisahan kekuasaan. Selanjutnya Von Munch misalnya berpendapat bahwa unsur negara berdasarkan atas hukum ialah adanya:

1. Hak-hak asasi manusia
2. Pembagian kekuasaan;
3. Keterikatan semua organ negara pada undang-undang dasar dan keterikatan peradilan pada undang-undang dan hukum;
4. Aturan dasar tentang peroporsionalitas (Verhaltnismassingkeit);
5. Pengawasan peradilan terhadap keputusan-keputusan (penetapan-penetapan) kekuasaan umum;
6. Jaminan peradilan dan hak-hak dasar dalam proses peradilan;
7. Pembatasan terhadap berlaku surutnya undang-undang.

Berdasar Sistem Hukum

· Sistem hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.

Sistem hukum yang juga dikenal dengan nama Civil Law ini berasal dari Romawi yang kemudian berkembang ke Prancis. Perkembangannya diawali dengan pendudukan Romawi atas Prancis. Pada masa itu sistem ini dipraktekkan dalam interaksi antara kedua bangsa untuk mengatur kepentingan mereka. Proses ini berlangsung bertahun-tahun, sampai-sampai negara Prancis sendiri mengadopsi sistem hukum ini untuk diterapkan pada bangsanya sendiri.Bangsa Prancis membawa sistem ini ke Negeri Belanda, dengan proses yang sama dengan masuknya ke Prancis. Selanjutnya sistem ini berkembang ke
Italia, Jerman, Portugal, Spanyol, dan sebagainya. Sistem ini pun berkembang ke seluruh daratan benua Eropa. Ketika bangsa-bangsa Eropa mulai mencari koloni di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, sistem hukum ini digunakan oleh bangsa-bangsa Eropa tersebut untuk mengatur masyarakat pribumi di daerah jajahannya. Misalnya Belanda menjajah Indonesia. Pemerintah penjajah menggunakan sistem hukum Eropa Kontinental untuk mengatur masyarakat di negeri jajahannya.Apabila terdapat suatu peristiwa hukum yang melibatkan orang Belanda atau keturunannyadenganorang pribumi, sistem hukum ini yang menjadi dasar pengaturannya. Selama kurang lebih empat abad di bawah kekuasaan Portugis dan seperempat abad pendudukan Indonesia, sistem hukum Eropa Kontinental yang berlaku.

Paham rechtstaats pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental. Ide tentang rechtstaats mulai populer pada abad ke XVII sebagai akibat dari situasi sosial politik Eropa didominir oleh absolutisme raja. Paham rechtstaats dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stah.

· Sistem hukum Anglo-Saxon

Sistem Anglo saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.

Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.

Negara Anglo Saxon tidak mengenal Negara hukum atau rechtstaat, tetapi mengenal atau menganut apa yang disebut dengan “ The Rule Of The Law” atau pemerintahan oleh hukum atau government of judiciary.

Paham the rule of law mulai dikenal setelah Albert Venn Dicey pada tahun 1885 menerbitkan bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution. Paham the rule of law bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common law system.


Dalam bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution, Albert Venn Dicey mengetengahkan tiga arti (three meaning) dari the rule of law : pertama, supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan, preogratif atau discretionary authority yang luas dari pemerintah; kedua persamaan dihadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court; ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat maupun warga negara biasa berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama; tidak ada peradilan administrasi negara; ketiga, konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan; singkatnya, prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan Parlemen sedemikian diperluas hingga membatasi posisi Crown dan pejabat-pejabatnya.

Perbedaan Aglo Saxon dan Eropa Kontinental

Perbedaan system hukum anglo saxon dengan eropa continental
Ada perbedaan yang sangat mendasar antara sistem hukum Continental (Eropa) dan sistem hukun Anglo-Saxon (AS). Pada sistem hukun continental, filosofinya tampak pada sifat-sifatnya yang represif, yang senantiasa cenderung melindungi yang berkuasa. Hal ini bisa dimaklumi karena yang berkuasa (waktu itu) adalah kolonial Belanda yang jelas ingin mempertahankan dan mengokohkan kekuasaannya melalui berbagai undang-undang atau sistem hukumnya.
Sedang sistem hukum Anglo Saxon selain tentunya ada sifat yang represif, namun sifat penekanannya lebih mengutamakan pada sifat-sifat yang preventif. Pasal-pasalnya merupakan rambu-rambu untuk mencegah munculnya KKN dalam segala bentuk maupun manifestasinya.
Selain mencegah terjadinya white collar crime dan corporate crime juga untuk mencegah terjadinya distorsi, keharusan memberikan proteksi bagi kepentingan umum dan bukan untuk kepentingan orang perorang, serta menjamin partisipasi dan pengawasan sosial secara transparan dan demokratis.
Dengan pengalaman krisis yang multidimensi sekarang ini, bukankah sudah tiba waktunya untuk memikirkan secara serius, untuk mengalihkan sistem hukum Continental kita ke hukum Angl-Saxon bagi sistem hukum Indonesia Baru di masa mendatang. Mudah-mudahan. (Cartono Soejatman)
Perbedaan mendasar Anglo Saxon dengan Continental terletak pada perangkat hukum yang dipakai dan sistem politik yang digunakan.


B. Supremasi Hukum


Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

Dalam suatu Negara hukum, maka kedudukan hukum merupakan posisi tertinggi, kekuasaan harus tunduk pada hukum bukan sebaliknya hukum tunduk pada kekuasaan, bila hukum tunduk pada kekuasaan, maka kekuasaan dapat membatalkan hukum, dengan

kata lain hukum dijadikan alat untuk membenarkan kekuasaan. Hukum harus menjadi “tujuan” untuk melindungi kepentingan rakyat.



C. Negara Hukum Formil danMateriil


· Negara Hukum Formil
Negara hukum Formil yaitu Negara hukum yang mendapatkan pengesahan dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara Hukum formil ini disabut juga dengan Negara demokratis yang berlandaskan Negara hukum.

· Negara Hukum Materiil
Negara Hukum Materiil sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari Negara Hukum Formil; tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang atat berlaku asas legalitas, maka dalam negara hukum Materiil tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga Negara dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas Opportunitas.




D. Ciri-ciri Negara Hukum


· Ciri-ciri Negara Hukum Anglo Saxon:
1. Pengakuan & perlindungan hak azasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan budaya.
2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan apapun.
3. Legalitas dalam segala bentuk.


· Ciri-ciri Negara Hukum Eropa Kontinental:

Menurut Friedrich Julius Stahl:

1. Hak-hak asasi manusia;

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-negara

Eropa Kontinental biasanya disebut trias politica)

3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur)

4. Peradilan administrasi dalam perselisihan dan tata usaha Negara.


· Ciri-ciri Negara Hukum Pancasila:

Menurut Philipus M. Hadjon:
• Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
• Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
• Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir;
• Keseimbangan antara hak dan kewajiban.


Menurut Tahir Azhary:
• Ada hubungan yang erat antara agama dan negara;
• Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
• Kebebasan beragama dalam arti positip;
• Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;
• Asas kekeluargaan dan kerukunan.

Ciri pokok negara hukum Pancasila adalah :

1. Pancasila

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat

3. Sistem Konstitusi

4. Persamaan

5. Peradilan bebas



E. Prinsip-prinsip Negara Hukum Indonesia


Prinsip-prinsip negara hukum meliputi hal-hal sebagai berikut :

  • pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan;
  • peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apa pun, dan
  • legalitas dalam arti hukum.




F. Perwujudan Negara Hukum di Indonesia


Perwujudan Negara Hukum di Indonesia
Legal order yang merupakan satu kesatuan sistem hukum yang tersusun secara tertib itu di Indonesia dituangkan dalam ketetapan MPR No. III/ MPR/ 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang ditulis di dalam pembukaan UUD 1945. Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Dasar 1945
2. Ketetapan MPR Republik Indonesia
3. Undang-undang
4. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu)
5. Peraturan Pmerintah:
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah

Negara Indonesia menurut UUD 1945 mengandung Prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Norma Hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar nasional.
b. Sistemnya yaitu sistem konstitusi
c. Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi
d. Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum
e. Adanya organ pembentuk UU (Presiden dan DPR)
f. Sistem pemerintahan adalah presidensiil
g. Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif)
h. Dan lain-lain



G. Hubungan Negara Hukum dan Demokrasi


Negara Hukum Demokratis, Negara hukum bertumpu pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan,dengan kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui system demokrasi. Hubungan antara Negara hukum dan demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna.Demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan kontrol atas Negara hukum. Dengan demikian Negara hukum yang bertopeng pada sistem demokrasi dapat disebut sebagai Negara hukum demokratis.

Hubungan antara negara hukum dengan demokrasi dapat dinyatakan bahwa negara demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Namun, negara hukum belum tentu negara demokrasi. Negara hukum hanyalah satu ciri dari negara demokrasi. Franz Magnis Suseno (1997) menyatakan adanya 5 gugus ciri hakiki dari negara demokrasi. Kelima ciri negara demokrasi tersebut adalah :
1. Negara hukum
2. Pemerintah di bawah control nyata masyarakat
3. Pemilihan umum yang bebas
4. Prinsip mayoritas
5. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis
Berdasarkan perkembangannya, tumbuhnya negara hukum, baik formal maupun materiil bermula dari gagasan demokrasi konstitusional, yaitu negara demokrasi yang berdasarkan atas konstitusi. Adapun demokrasi sebagai sikap hidup ditunjukkan dengan adanya perilaku yang taat pada aturan main yang telah disepakati bersama pula.

Sabtu, 05 September 2009

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI



NAMA : MARSHA TYARALITA
NPM : 109400123








PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

PENGERTIAN IDEOLOGI

Ideologi adalah gabungan antara pandangan hidup yang meruupakan yang merupakan ninilai –nilai yang telah mengkristal dari suatu bangsa serta Dasar Negara yang memiliki nilai-nilai falsafah yang menjadi pedoman hidup suatu bangsa, selain itu, Idiologi adalah merupakan hasil reflesi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka terdapat suatu yang bersifat dialektis antara idiologi dengan masyarat negara. Di suatu pihak membuat idiologi semakin realistis dan pihak yang lain mendorong masyarakat mendekati bentuk yang ideal. Idologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya.


PERBEDAAN IDEOLOGI TERBUKA DAN TERTUTUP


Ideologi Terbuka
a. merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
b. Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri.
c. Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat.
d. Bersifat dinamis dan reformis.


Ideologi Tetutup

a. Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.

b. Bukan berupa nilai dan cita-cita.

c. Kepercayaan dan kesetiaan ideologis yang kaku.

d. Terdiri atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak.



PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA


Makna dari ideologi terbuka adalah sebagai suatu sistem pemikiran terbuka. Pancasila yang sila-silanya diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah menjadi kesepakatan nasional sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, dan akan terus berlanjut sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia. Kesepakatan tersebut merupakan perjanjian luhur atau kontrak sosial bangsa yang mengikat warga negaranya untuk dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya. Keberadaan Pancasila sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) menunjukkan hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka. Terminologi Pancasila sebagai ideologi terbuka sesungguhnya telah dikembangkan pada masa orde baru. Namun dalam pelaksanaannya pada masa itu lebih menunjukkan Pancasila sebagai ideologi tertutup. Pancasila menjadi alat hegemoni yang secara apriori ditentukan oleh elit kekuasaan untuk mengekang kebebasan dan melegitimasi kekuasaan. Kebenaran Pancasila pada saat itu tidak hanya mencakup cita-cita dan nilai dasar, tetapi juga meliputi kebijakan praktis operasional yang tidak dapat dipertanyakan, tetapi harus diterima dan dipatuhi oleh masyarakat.Konsekuensi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah membuka ruang membentuk kesepakatan masyarakat bagaimana mencapai cita-cita dan nilai-nilai dasar tersebut, yaitu kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of government) dan kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prose­dur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures). Kesepakatan-kesepakatan tersebut hanya mungkin dicapai jika sistem yang dikembangkan adalah sistem demokrasi. Menurut Noor MS. Bakry (1994), Pancasila sebagai ideologi bersifat dinamik. Dalam arti, ia menjadi kesatuan prinsip pengarahan yang berkembang dialektik serta terbuka penafsiran baru untuk melihat perspektif masa depan dan aktual antisipatif dalam menghadapi perkembangan dengan memberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam melangsungkan hidup dan kehidupan nasional. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki perbedaan dengan sistem kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis. Pancasila mengakui dan melindungi baik hak-hak individu maupun hak masyarakat baik di bidang ekonomi maupun politik. Dengan demikian ideologi kita mengakui secara selaras baik kolektivisme maupun individualisme. Demokrasi yang dikembangkan, bukan demokrasi politik semata seperti dalam ideologi liberal-kapitalis, tetapi juga demokrasi ekonomi. Dalam sistem kapitalisme liberal dasar perekonomian bukan usaha bersama dan kekeluargaan, namun kebebasan individual untuk berusaha. Sedangkan dalam sistem etatisme, negara yang mendominasi perekonomian, bukan warga negara baik sebagai individu maupun bersama-sama dengan warga negara lainnya Bagi kaum kapitalis-liberalis, kebebasan individu merupakan hak mutlak yang absolut. Ajaran mereka hanya mengagung-agungkan material dan tak menghiraukan sama sekali aspek immaterial-religi. Kapitalisme adalah sebuah ajaran yang didasarkan pada sebuah asumsi bahwa manusia secara individu adalah makhluk yang tidak boleh dilanggar kemerdekaannya dan tidak perlu tunduk pada batasan-batasan sosial. Kapitalisme memiliki konsep kecenderungan yang membolehkan kepemilikan pribadi tanpa batas. Sedangkan komunis adalah sistem kepercayaan yang mendasarkan pandangan hidup pada keyakinan bahwa masyarakat merupakan dasar dan secara individu tidak bisa memisahkan eksistensi dari ruang lingkup sosial. Dengan itu komunisme menyerahkan semua yang dimiliki individu pada negara (sebagai representasi masyarakat). Kedua pandangan ini, manusia secara individu akan kehilangan hak milik. Karena negara menggunakan otoritas sebagai legitimasi kekuasaan. Baik kapitalisme maupun komunisme adalah bentuk pengekspoitasian hak-hak pribadi melalui lembaga negara. Kapitalisme memiliki sebuah sistem sosial yang menekankan kepentingan individu. Penumpukan kakayaan untuk kepentingan diri sendiri dan hidup berfoya-foya dengan kekayaan pribadi. Kapitalisme menganut sistem sentralisasi kekayaan individu baik dalam kerangka organisasi atau negara. Adanya pemikiran untuk membangun ideologi Pancasila dalam kehidupan negara dan bangsa Indonesia yang lebih baik menurut pemikiran penulis mestinya menjadi sebuah keharusanPancasila harus mampu menjawab berbagai tantangan dan ancaman adanya pengaruh negatif ideologi liberal-kapitalis dan komunis dalam segala aspek kehidupan. Bahkan ideologi Pancasila mestinya tampil sebagai suatu ideologi alternatif bagi negara dan bangsa di dunia. Penulis setuju dengan yang dikemukakan oleh Noor MS Bakry yang mengindikasikan, Pancasila akan selalu mempunyai hal baru yang progresif dalam menghadapi tantangan kehidupan yang makin maju dan kompleks. Dalam beberapa pasal, khususnya menyangkut nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, Pancasila telah tampil di garda depan. Tantangan sekarang ini, pancasila dihadapkan pada kekuatan kapitalisme global yang telah dijadikan "ideologi" masyarakat dunia. Masyarakat Indonesia sedikit banyak terpengaruh dengan kaum kapitalisme global ini Dan cara untuk mereduksi sistem kapitalisme yang sudah mengkristal dalam perilaku sosial masyarakat modern ini adalah dengan kekuatan negara, karena negara mempunyai power. Dalam konteks itu, bangsa kita yang dikenal sebagai bangsa beradab. Bangsa yang pluralisme kebudayaan agama dan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar ideologi negara seyogyanya diamalkan dengan penuh kesadaran moral oleh elit pengelola negara. Tentu saja seluruh masyarakat Indonesia harus turut mendukung.Dunia modern sekarang telah mengagung-agungkan sistem pemikiran yang dibangun oleh akum kapitalis-liberalis, dengan teori dan term globalisasi. Menghancurkan hak hidup rakyat marjinal di Selatan. Penghancuran hak hidup itu berwujud perebutan sumber-sumber alam dan keanekaragaman hayati, hak-hak rakyat lokal yang semestinya dihormati.Menghadapi konsepsi tatanan pemikiran yang berkembang, sekarang saatnya kita menghidupkan dan memperlihatkan Pancasila sebagai sosok yang sakti. Saatnya kita menggali nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang terkandung didalamnya.Dalam Pancasila ada kepribadian kemanusiaan yang sangat penting. Kepribadian kemanusiaan merupakan sifat-sifat hakikat kemanusiaan abstrak umum universal yang dapat membedakan manusia dengan makhluk lain, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan, yang merupakan sifat hakikat manusia. sebab di abab 21 yang ditandai dengan perdagangan bebas dan globalisasi,



PERBANDINGAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN IDEOLOGI LAINNYA (LIBERAL DAN KOMUNIS)

Istilah ideologi negara mulai banyak digunakan bersamaan dengan perkembangan pemikiran Karl Marx yang dijadikan sebagai ideologi beberapa negara pada abad ke-18. Namun sesungguhnya konsepsi ideologi sebagai cara pandang atau sistem berpikir suatu bangsa berdasarkan nilai dan prinsip dasar tertentu telah ada sebelum kelahiran Marx sendiri. Bahkan awal dan inti dari ajaran Marx adalah kritik dan gugatan terhadap sistem dan struktur sosial yang eksploitatif berdasarkan ideologi kapitalis.

Pemikiran Karl Marx kemudian dikembangkan oleh Engels dan Lenin kemudian disebut sebagai ideologi sosialisme-komunisme.

Kapitalisme
Dalam abad ke-18 istilah ini digunakan secara umum dalam artian yang mengacu pada kapital produktif. Karl Marx membuat istilah ini menjadi suatu konsep sentral yang disebutnya sebagai "cara produksi". Ciri-ciri sejarah kapitalisme menurut Berger meliputi penggunaan kalkulasi rasional untuk mendapat keuntungan. Ciri yang lain adalah penyesuaian semua alat produksi material antara lain tanah, perkakas, mesin-mesin sebagai hak pribadi, kebebasan pasar (kebalikan dari berbagai pembatasan yang sangat feodal pada masa prakapitalis), teknologi rasional yang memacu aktivitas ekonomi, suatu sistem hukum yang rasional (sehingga dapat diramalkan), buruh bebas (kebalikan dari perbudakan), dan komersialisasi ekonomi. Dalam catatan Berger, hubungan antara kapitalisme dengan nilai-nilai kebudayaan (terutama nilai-nilai agama) menjadi inti karya klasik Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of
Capitalism. la mengemukakan bahwa reformasi Protestan, tanpa disengaja, telah mendorong timbulnya sikap-sikap yang sangat cocok bagi usaha kapitalis. Lutherianisme memulainya dengan jalan mengubah arti "pekerjaan" dari bersifat keagamaan menjadi keduniawian. Kalau sebelumnya seseorang mendapat "pekerjaan" sebagai pendeta atau anggota suatu ordo kegerejaan, sekarang setiap pekerjaan yang sah di dunia harus dianggap sebagai "pekerjaan". Sumbangan paling menentukan bagi perkembangan "semangat kapitalisme" kemudian datang dari Calvinisme. Tentang periode sejarah perkembangan kapitalisme, terutama kapitalisme industrial, secara kronologis Dillard membaginya menjadi tiga fase perkembangan, sebagaimana diungkap oleh Hikmat Budiman (1989).
Fase Pertama,
Kapitalisme Awal (1500-1750), yakni kapitalisme yang bertumpu pada industri sandang di Inggris selama abad XVI sampai XVIII.
Fase kedua
adalah Kapitalisme Klasik (1750-1914), ketika pembangunan kapitalis bergeser dari perdagangan ke industri. Ini adalah fase kapitalisme dengan ideologi laissez faire, yang diturunkan dari ajaran Adam Smith. Fase klasik kapitalisme inilah yang, sekarang lebih dikenal sebagai kapitalisme liberal.
Fase ketiga
adalah apa yang oleh Dillard disebut sebagai kapitalisme fase lanjut, yang mulai berkembang sejak tahun 1914 dengan momentum historis perang dunia I sebagai titik balik perkembangan sistem tersebut. Di awal abad ke-20, kapitalisme mulai memasuki fase kapitalisasi yang tidak lagi tradisional. Fase ini juga ditandai oleh bergesernya hegemoni kapitalisme dari Eropa ke Amerika Serikat, dan bangkitnya perlawanan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme Eropa. Sementara itu, Revolusi Rusia tidak saja telah berhasil membongkar lembaga utama kapitalisme yang berupa kepemilikan pribadi atas sarana produksi di wilayah yang luas, melainkan juga keruntuhan struktur kelas sosial, bentuk-bentuk pemerintahan tradisional, dan agama yang sebelumnya mapan. Semangat dari revolusi kaum Boklshevik ini berhasil tampil ke depan menantang keunggulan keunggulan organisasi ekonomi kapitalisme sebagai sebuah sistem produksi. Dan di atas segalanya, ideologi laissez faire yang menjadi kesepakatan abad ke-19 secara telak telah dipermalukan dan dirontokkan oleh perang dan pengalaman pahit sesudahnya. Meskipun Dillard tidak secara eksplisit menyebutkannya, tetapi dari uraiannya bisa disimpulkan bahwa fase inilah yang kemudian dikenal sebagai kapitalisme monopolis.

Sosialisme
Sosialisme adalah sebuah istilah umum untuk semua doktrin ekonomi yang menentang kemutlakan milik perseorangan dan menyokong pemakaian milik tersebut untuk kesejahteraan umum. Istilah sosialis menunjuk pada doktrin yang didirikan pada ekonomi kolektivisme. Dasar sosialisme ada dua. Pertama, kontrol kolektiv atas sekurang­kurangnya alat-alat produksi. Kedua, perluasan dari fungsi dan aktivitas negara. Pada masyarakat sosialis, suatu komunitas yang terorganisir memiliki wewenang untuk mengelola secara mandiri tanah, modal, mekanisme produksi; termasuk juga dalam hal pendistribusian barang dan hal-hal lain yang dianggap perlu bagi tercapainya kesejahteraan umum. Sosialisme sering dikatakan sebagai antitesa kapitalisme, yang tingkah laku ekonomi dikuasai oleh kepentingan untuk memperoleh keuntungan maksimal lewat persaingan bebas, sistem pasar, dan harga. Sosialisme merencanakan masyarakat berdasarkan dorongan kerjasama ketika tidak terdapat hak milik perseorangan; dan meleburnya kelas kaya dan miskin, majikan dan buruh: Sosialisme mencita-citakan sebuah masyarakat yang didalamnya semua orang hidup dan dapat bekerja sama dalam kebebasan dan solidaritas dengan hak-hak, yang sama. Tujuannya ialah mengorganisir buruh dan menjamin pembagian merata hasil-hasil yang dicapai, memberikan ketenteraman dan kesempatan bagi semua orang.

Komunisme
Pada awalnya, sosialisme dan komunisme mempunyai arti yang sama, tetapi akhirnya komunisme lebih dipakai untuk aliran sosialis yang lebih radikal. Kaum komunis modern menganggap dirinya sebagai ahli waris teori Marxis sebagaimana yang tertera dalam
Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels. Marxisme menganggap pengawasan alat produksi tidak saja sebagai kunci kekuasaan ekonomi, tetapi juga kunci kekuasaan politik dalam Negara. Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut "Marxisme-Leninisme". Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Ideologi Marxisme-Leninisme meliputi ajaran dan paham tentang (a) hakikat realitas alam berupa ajaran materialisme dialektis dan ateisme; (b) ajaran makna sejarah sebagai materialisme historis; (c) norma-norma rigid bagaimana masyarakat harus ditata, bahkan tentang bagaimana individu harus hidup; dan (d) legitimasi monopoli kekuasaan oleh sekelompok orang atas nama kaum proletar. Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme.

Ciri-ciri inti masyarakat komunisme adalah penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, penghapusan adanya kelas-kelas sosial, menghilangnya negara, penghapusan pembagian kerja. Kelas-kelas tidak perlu dihapus secara khusus sesudah kelas kapitalis ditiadakan; karena kapitalisme sendiri sudah menghapus semua kelas, sehingga tinggal kelas proletariat. Itulah sebabnya, revolusi sosialis tidak akan menghasilkan masyarakat dengan kelas atas dan kelas bawah lagi.

Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama adalah racun yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.[7]

Fasisme
Fasisme sebagai sebuah sistem filsafat lahir setelah Mussolini berkuasa di tahun 1922. Fasisme berakar pada idealisme, nasionalisme, sosialisme, dan juga republikanisme. Konsep dasar fasisme adalah bahwa negara memiliki suatu kehidupan, kesatuan dan kewenangan yang tidak selalu sama dengan yang diinginkan individu. Orang dibuat seragam dan menjalani disiplin tertentu dalam rangka meraih tujuan-tujuan moral dan kultural. Pemerintahan negara diberi wewenang untuk mengendalikan kegiatan warga negaranya. Buruh dan modal harus dapat bekerja seiring dan kalau perlu dalam pengawasan dan tekanan negara. Pemerintahan fasis selalu otoriter dan totalitarian.
Contoh dari negara fasis adalah rejim Nazi Jerman, fasis Italia, imperialisme Jepang; suatu bentuk pemerintahan otoriter kanan yang kini menghilang. Paham otoriter fasis menyerupai komunisme modern dalam banyak cara dan taktik pemerintahan. Fasisme menghendaki pemerintahan satu partai dan meniadakan perbedaan politik yang bebas bukan saja sebagai alat, tetapi juga sebagai tujuan. la terang-terangan mempercayai adanya perbedaan antara orang yang memerintah dengan yang diperintah, antar segolongan elit dan masa. la membenci liberalisme, kemerdekaan berbicara dan berkumpul. Fasisme secara terang-terangan menyebut negara sebagai alat permanen untuk melaksanakan tujuan bangsa.

My Facebook